Rabu, 21 Agustus 2013

Temukan Mutiara Bakatnya, Asahlah hingga Berkilau Cahayanya


dakwatuna.com -

“Mulai sekarang, aku ga minta uang sama umi dan abi lagi…. Insya Allah aku bisa biayai kebutuhanku sendiri….” Ucapan itu keluar dari bibir anakku, remaja berusia 18 thn yang baru lulus smk th 2010.
Yah bagi orang lain mungkin kalimat itu terdengar biasa, tetapi bagi aku, ibu yang mengandung dan melahirkannya, mengasuh dan membesarkannya, kalimat itu menjadi sangat bermakna dan sangat istimewa.

Kurang Percaya Diri
Teringat aku akan masa kecilnya yang kesepian karena kami tinggal di sebuah rumah yang terletak di tengah kebun kosong di ujung tanah yang menanjak. Tak punya tetangga, hingga anak ku hanya bermain dengan belalang, kadal dan kucing. Tak ada teman seusia yang bisa mengajaknya bermain setiap hari. Hanya saat-saat tertentu saja jika kami berkunjung ke rumah sanak family barulah dia bisa bertemu dengan saudara saudaranya. Maka sampai saat ini anakku agak sulit menjalin hubungan social dengan orang baru, apalagi di lingkungan baru.
Masa kecilnya juga sering sakit-sakitan. Pencernaannya kekurangan enzim hingga tidak bisa menyerap lemak dan gula. Sudah berbagai terapi dan pengobatan kami coba, sampai ke dokter super spesialis gastro entrologi Prof. Dr Suharyono. Sekali konsultasi bisa memakan sepertiga gaji ayahnya. Tak heran anak ini bertubuh kurus tinggi. Dengan segala kekurangan itu anakku tumbuh dengan kepercayaan diri yang rendah.
Sebagai orang tua, tentu semua menginginkan anaknya tumbuh sehat cerdas dan berprestasi. Segala obsesi orang tua yang tak kesampaian kita sandangkan kepundak anak. Siapa sih orang tua yang tak ingin anaknya cerdas, matematikanya hebat, bahasa Inggrisnya mantap, tahfizh Qur’annya canggih. Tapi tolong… lihat lagi dengan cermat, apakah anak kita mampu mengemban segala obsesi dan harapan orang tuanya yang seabreg itu…? Tanpa kita pernah bertanya dan mengamati, apa bakat dan hobinya?
Aku juga mengalami hal ini. Aku sedih melihat nilai matematika anakku yang jeblok, nilai bahasa Inggrisnya merah, nilai IPA nya ambrol. Tiap hari aku menemani dan mengajarkan anakku pelajaran sekolah. Buku-buku pelajarannya aku baca, aku ringkas, aku buat menjadi catatan-catatan kecil. Ku bacakan di depan anakku sambil mengajaknya bermain. Hasilnya tidak terlalu menggembirakan.
Tidak naik kelas
Kelas lima SD anakku terancam tidak naik ke kelas enam karena nilai raportnya yang berangka merah lebih dari tiga mata pelajaran. Dalam rapat guru untuk menentukan kenaikan kelas tiap siswa, yang dihadiri oleh semua guru termasuk aku karena aku mengajar di sekolah tersebut, aku lihat wali kelasnya tidak berusaha membelanya sedikitpun, tidak adakah sisi positif dari anakku hingga bisa memberinya nilai lebih untuk memberinya kesempatan merasakan duduk di kelas enam? Satu-satunya guru yang membela anakku hanyalah guru agama. Dia mengatakan anakku berakhlak baik, tidak ada catatan kenakalan sama-sekali. Namun pembelaan ini tidak membawa hasil karena sang walikelas sudah tertutup hatinya untuk anakku. Sang Wali kelas memutuskan anakku tidak naik kelas.
Yah… itu yang ku alami sendiri di depan mataku, aku berusaha obyektif aku tak hendak membela anakku, aku tak bersuara dalam rapat itu, namun hatiku bergemuruh .
Harus ada alternative lain untuk anakku, tinggal kelas bukan satu-satunya jalan. Aku aku khawatir kepercayaan dirinya makin runtuh jika anakku tak naik kelas. Apalagi prestasi adiknya berbanding terbalik dengan dirinya.

Di sekolah yang sama adiknya jadi juara di kelasnya. Ku akui memang beberapa mata pelajaran dia lemah, tetapi bukan berarti anakku tak punya kelebihan, bukan berarti ia tak punya masa depan.
Akhirnya setelah berkonsultasi dengan keluarga aku menghadap kepala sekolah, aku ceritakan kondisi anakku dengan sedetilnya, sikap mindernya, tentang latar belakang masa kecilnya, tentang beberapa potensinya.Alhamdulillah kepala sekolah memenuhi harapanku. Jika dipaksakan anakku naik ke kelas enam, memang akan sangat memberatkannya, karena harus banyak mengejar ketertinggalan, padahal di SDIT dengan kurikulum yang padat dan waktu belajar full day, anakku akan kelelahan. Tak sanggup lagi dia ikut les remedial, karena setiap hari berangkat sebelum jam tujuh pagi dan pulang menjelang maghrib. Anak usia SD menghabiskan waktu untuk sekolah lebih dari 10jam termasuk jarak tempuh dari dan ke sekolah, melebihi orang dewasa bekerja yang hanya 8 jam.
 

Harus ku akui, tidak semua anak cocok bersekolah di SDIT. Dari peristiwa ini aku mengambil pelajaran, anakku harus dikurangi bebannya. Jika dia sekolah di SD negeri, dia akan punya banyak waktu untuk les remedial karena waktu belajarnya hanya setengah hari, maka sore dia bisa les untuk mengejar pelajaran yang tertinggal. Kepala sekolah merekomendasikan anakku bisa naik ke kelas enam dengan syarat pindah ke sekolah Negeri.
Lulus tes masuk SMP Negeri

Di SD Negeri Alhamdulillah anakku bisa lulus dengan nilai cukup baik, aku memintanya mencoba ikut tes masuk SMP Negeri sekedar untuk mengetahui prestasi belajarnya jika dibanding anak lain dari berbagai sekolah. Ternyata hasilnya baik. Dia diterima di SMP 17, namun tidak kami ambil karena kami sudah memutuskan anakku masuk pesantren untuk membekalinya dengan agama yang memadai. Kami telah memilih pesantren yang tidak terlalu banyak muridnya agar tiap santri dapat terpantau prestasi akademiknya dan mendapat perhatian secara individual dan maksimal oleh guru-gurunya.
Di pesanten menjelang kelas tiga pada umumnya anak-anak mengalami stress,karena UN benar-benar menjadi momok yang menakutkan. Demikian pula dengan anakku, dia ingin pindah sekolah seperti dulu waktu kelas lima di SDIT pindah ke SD Negeri pada waktu kelas enam. Aku berkonsultasi dengan para guru, wali kelas, wali asrama, dan kepala sekolah. Wali kelas nya menyerahkan dua buku tulis penuh dengan gambar goresan tangan anakku yang mirip komik. Ni bu… siap terbit…” seloroh wali kelasnya. Rupanya disela-sela aktifitas pesantren dia menuangkan kreatifitasnya di atas buku tulis itu.

Sebenarnya aku sudah melihat bakat ini sejak di SD, namun karena aku sibuk mengajarkan mata pelajaran yang tertinggal, maka bakat gambar ini kurang tergali ditambah lagi rasa percaya diri anakku sangat rendah, jadilah bakat itu hanya berkembang seadanya.
Aku melihat dan menemukan kecerdasan anakku. Dia harus dimasukkan ke sekolah yang mengutamakan pengembangan skill menggambar, bukan saint , bukan hafalan. Ku bisikkan ke telinga anakku:
”Sayang… Ummi akan carikan sekolah yang tepat sesuai bakatmu, walaupun harus di luar kota Balajarlah dengan tekun dan tenang untuk persiapan UN, sesudah lulus SMP kamu akan bersekolah sesuai dengan bakatmu, tidak ada lagi momok matematika yang menyeramkan, IPA yang menyebalkan.”
Setelah pencarian selama enam bulan, akhirnya aku menemukan sekolah yang pas untuk anakku SMK ANIMASI di DEPOK.
 

Alhamdulillah dia sangat bersemangat. Perlahan lahan rasa kepercayaan dirinya mulai tumbuh. Terlebih saat kelas tiga dia terpilih mewakili sekolah umtuk ikut lomba uji kompetensi yang diadakan oleh Diknas se Kota Depok . Karyanya mengangkat tema tentang kesenjangan social antara si miskin dan si kaya di negeri ini, dalam bentuk gambar animasi. Hasil karyanya mendapat juara pertama. Alhamdulillah… kami sangat bersyukur dan bangga. Anakku yang saat kelas lima SD divonis tidak naik kelas oleh wali kelasnya, kini tampil mengharumkan nama sekolah, membanggakan wali kelas, para guru, kepala sekolah dan tentu saja aku… ibu kandungnya.

Wajahnya terpampang di Koran MONITOR DEPOK, wartawan sengaja datang ke sekolahnya untuk mengapresiasi hasil karya dan prestasinya.
Atas prestasi tersebut dia mewakili kota Depok untuk lomba yang sama di tingkat propinsi Jawa Barat. Di sini dia menggondol juara tiga.
Alhamdulillah dari prestasi ini dan fortofolio selama dia mengenyam pendidikan di SMK Animasi, anakku bisa diterima magang bekerja di sebuah perusahaan iklan. Bersamaan dengan itu, dia kuliah di BSI jurusan ADVERTISING.
Selama magang dia sering merasa frustasi karena hasil karyanya /gambarnya selalu dikritik oleh atasannya. Aku terus memberinya semangat, ku katakan: “Bos mu itu sangat baik,… Beliau sedang memberimu pelajaran berharga, mendidik mentalmu agar tidak cepat puas dengan hasil karyamu, Beliau sedang menggali potensimu dan mendulang mutiara yang terkubur di dalam dirimu. Seraplah semua ilmu yang ada pada diri atasanmu, karena di sanalah kampusmu yang sebenarnya. Kampus yang akan mencetakmu menjadi apa yang kamu inginkan, yaitu menjadi seorang ANIMATOR handal.

Bekerja di Production Hause
Setelah tujuh bulan magang anakku diangkat menjadi pegawai dan mendapatkan honor, namun itu ada imbal baliknya, dia harus membayarnya dengan menghabiskan waktunya di kantor bekerja lebih giat dan tekun bahkan sering harus begadang dan menginap di kantor.
Yah… anakku yang kutilang (kurus tinggi langsing) yang terseok- seok masa SD-nya kini tampil percaya diri. Dia mulai menyusun mozaiknya sendiri, menyempurnakan mozaik yang telah kususun bersama nya.
Dia berobsesi akan memiliki perusahaan periklanan yang dapat memproduksi iklan berkarakter dan dapat membuka lapangan kerja bagi teman-temannya.
Sekarang hampir tak ada waktu baginya untuk bermain dan berenang-senang seperti remaja seusianya.Kesibukan antara kerja dan kuliah menyebabkannya  jarang pulang. Kadang aku baru bertemu dengannya setelah tiga hari.
Sambil berseloroh saya katakan kepadanya “Rumah pertamamu di kantor, karena tiap hari kamu kerja dan tidur di sana, rumah kedua di kampus karena 4-7 jam kamu belajar di sana dan rumah ketigamu di sini bersama umi, abi dan adik-adikmu karena hanya tiga hari sekali kamu singgahi.


“Dalam usia 18 tahun kamu sudah punya mimpi jadi pengusaha. Ummi bangga padamu”.
Aku terus belajar untuk menjadi orang tua, dari seminar, buku, bertanya kepada siapa saja terutama menggali dari orang yang lebih berpengalaman menjadi orang tua. Karena tidak pernah ada sekolah /pendidikan dengan jurusan yang menelurkan lulusannya dengan gelar “menjadi orang tua teladan” .
Setiap penggalan kehidupan anak adalah bagian dari kepingan mozaik, yang jika disusun dengan cermat akan menjadi lukisan yang indah. Setiap orang tua berperan besar menentukan desain kepingan mozaik itu, demikian juga lingkungan tempat dia dibesarkan. Maka kenalilah karakter dan bakat anak –anak kita supaya kita bisa mengarahkan dan membimbingnya menjadi mutiara –mutiara indah yang memancarkan kilau cahayanya.

Setiap anak adalah unik, biarkan dia menjadi dirinya sendiri. Allah menganugerahkan berbagai kecerdasan dan bakat yang berbeda pada setiap anak.
Menurut pakar pendidikan ada Sembilan kecerdasan, setiap anak memiliki
minimal lebih dari dua kecerdasan bahkan lebih . Tugas orang tualah untuk menemukan aneka bakat dan kecerdasan itu untuk di asah , diarahkan dan dibimbing supaya muncul dan berkembang memancarkan kilaunya.

Sebagian besar anak seusianya masih bingung .. kemana arah cita-citanya? Akan jadi apa kelak? Bahkan dengan nilai UN yang tinggi sekalipun, banyak anak yang gamang. Namun Hari ini aku menyaksikan kemantapan anakku menyusun langkah masa depannya. Kariernya membentang di depan mata. Dalam usia remaja dia sudah bisa mandiri. Kuliah dengan biaya sendiri. Punya sepeda motor hasil keringat sendiri, punya laptop untuk menunjang kreatifitasnya seharga Rp 11juta, hasil jerih payahnya. Bahkan dia masih bisa bantu biaya sekolah adik-adiknya, bantu belanja dapur ibunya.
Sekarang kepercayaan dirinya makin kuat, makin banyak relasi yang bisa dibangun, makin banyak job yang dia dapat. Ada desain cover buku, Lay out buku, Video Bumper untuk bahan presentasi perusahan, Profil perusahaan dan lain-lain.

Padahal usia SD dia terancam tak naik kelas, penyakitan, minder, pemalu. Hari ini dia jadi kebanggaan orang tuanya, kesayangan adik-adiknya.
Ya Allah… sujud ku takkan cukup untuk mengungkap rasa syukurku.

Pelajaran/ Hikmah yang dapat dipetik:
1.Jangan Bunuh Mimpi Anak- Anak Kita
Sering kali anak berceloteh tentang mimpi/imajinasinya, lalu kita orang dewasa di lingkungan anak tersebut ( bisa orang tua/guru/teman)meremehkan cita-citanya.
Misalnya seorang anak bermimpi akan menjadi seorang direktur utama sebuah hotel berbintang terkenal. Dia ceritakan mimpinya itu kepada semua orang yang ditemuinya. Sayang tidak ada yang menanggapi dengan positif ceritanya itu.
 

”Khayalanmu terlalu tinggi tidak berkaca pada diri sendiri” begitu biasanya orang berkomentar. Anak itu jadi putus asa karena orang-orang di sekitarnya telah membunuh mimpinya.
“Bersikaplah realistis! siapa dirimu? Dari mana asalmu?” ejek teman-teman nya. Anak itupun frustasi dan mengubur mimpinya.
(lepas SMA, kembali anak itu bertekad menyusun mimpinya, dari Mesir dia merantau ke Canada mengambil kuliah perhotelan sambil bekerja di restoran sebagai pencuci piring, setelah beberapa tahun melewati ujian dan cobaan, dia berhasil meraih mimpinya jadi direktur hotel bintang lima. Setelah sukses dia menuliskan pengalamannya dan menerbitkan bukunya yang juga sukses hingga diterjemahkan ke 5 bahasa. Dia pun sukses menjadi seorang motifator dunia. Dialah Ibrahim EL Fiki)


Tanpa sadar kita telah membunuh imajinasi anak, seharusnya kita menanggapinya dengan positif, kita hargai mimpinya dengan membuka wawasannya tentang hal-hal yang terkait dengan mimpinya itu. Karena itu adalah bagian dari mozaik indah yang sedang disusunnya. Kita bantu carikan sekolah/ pelatihan yang menunjang kearah tercapainya mimpi tersebut, kita kawal dan dampingi saat dia menghadapi berbagai kendala dan kesulitan, karena di situ kita sedang bersama-sama menyusun mozaiknya. Sampai suatu jalan kesuksesan terbentang di hadapannya, saat itulah dia menyempurnakan mozaiknya dan menunjukkan keindahannya kepada dunia.

2. Setiap anak adalah Unik, kenali dan asah bakatnya
Jangan sama ratakan perlakuan kepada setiap anak. Karena mereka punya kecenderungan dan bakat yang berbeda. Kadang bagi kita orang tua sering merasa paling tahu tentang anak kita. Atau kita mengambil keputusan untuk menyekolahkannya dengan sudut pandang orang tua. Bahkan mengenyampingkan suara hati anak.
Anak juga jangan terlalu dibebani dengan segala obsesi dan cita-cita orang tua yang belum kesampaian. Jangan terlalu dibebani dengan aneka les tambahan, sehingga merengut waktu bermain anak.
Ada kisah nyata seorang ustazd memasukkan anaknya di pesantren tempat dia dulu mengenyam pendidikan. Anak tersebut tidak mampu dan tidak mau bersekolah di tempat tersebut. Namun suara anak ini tidak pernah didengar sang ayah. Akhirnya anak tersebut protes dengan caranya sendiri. Dia sering bolos sekolah , berusaha kabur dari pesantren dan sebagainya. Akhirnya anak itu tidak menjadi seperti yang diharapkan orang tuanya, juga tidak menjadi dirinya sendiri. Waktu terbuang demikian lama, biaya terbuang demikian besar, anak itu jadi kuli panggul di pasar.

3. Tidak semua anak cocok untuk bersekolah Full Day
Hanya anak yang punya kesehatan fisik dan kecerdasan akademis yang mampu untuk masuk sekolah Full Day. Untuk anak tertentu yang sering sakit-sakitan, prestasi akademiknya kurang memadai sebaiknya dimasukkan ke sekolah yang tidak terlalu berat beban kurikulumnya.
Jangan karena alas an sekalian dengan kakak adiknya, biar mudah antar jemputnya menyebabkan orang tua memasukkan semua anak ke sekolah yang sama.

4. Kenali bakat dan kecenderungan anak
Ini sangat penting, karena akan menjadi titik awal perjalanan karier dan kesuksesan mereka di masa depan. Jika anak memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Sering jadi juara kelas, itu sih harapan semua orang tua dan seolah menjalani masa depan seperti jalan tol.
(Untuk para orang tua, mari kenali bakat anak kita dan susunlah mozaik bersamanya, anak adalah mutiara yang terpendam gali dan asahlah lah, agar mutiara itu memancarkan kilaunya.




Penulis Ruqoyah

Catt:Mb Ruqoyah, pengalaman mb indah abadikan di blog sederhana ini. Semoga siapa aja yang membacanya mendapat manfaat yg berarti. Terutama untuk keluarga indah, baca ini jadi inget si wafa sholihat ^_^, Jazakillah yah mb Ruqoyah


Selasa, 20 Agustus 2013

Muliakanlah Anak Perempuanmu!






“Barangsiapa yang diberi cobaan dengan anak perempuan kemudian ia berbuat baik pada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka,” (HR. Al-Bukhari no. 1418 dan Muslim no. 2629).
ANAK laki-laki ataupun perempuan sama saja. Tetap tahukah Anda, Rasul menyebutkan sebuah kecenderungan orang tua yang menyukai seorang anak laki-laki. Sebagaimana dikatakan Rasulullah dalam hadits ‘Aisyah :
Al-Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menyebutnya sebagai ibtila’ (cobaan), karena biasanya orang tidak menyukai keberadaan anak perempuan. (Syarh Shahih Muslim, 16/178)
Bahkan dulu pada masa jahiliyah, orang bisa merasa sangat terhina dengan lahirnya anak perempuan. Sehingga tergambarkan dalam firman Allah  SWT:
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar gembira dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah wajahnya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memelihara anak itu dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya hidup-hidup di dalam tanah? Ketahuilah, betapa buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59)
Islam sangat memuliakan anak perempuan. Allah SWT yang menganugerahkan anak perempuan telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang berbuat kebaikan kepada anak perempuannya.
‘Aisyah pernah mengatakan: Seorang wanita miskin datang kepadaku membawa dua anak perempuannya, maka aku memberinya tiga butir kurma. Kemudian dia memberi setiap anaknya masing-masing sebuah kurma dan satu buah lagi diangkat ke mulutnya untuk dimakan. Namun  kedua anak itu meminta kurma tersebut, maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dimakannya untuk kedua anaknya. Hal itu sangat menakjubkanku sehingga aku ceritakan apa yang diperbuat wanita itu kepada Rasulullah. Beliau  berkata: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka.” (HR. Muslim no. 2630)
Dalam riwayat dari Anas bin Malik, Rasulullah juga menyebutkan kedekatannya dengan orang tua yang memelihara anak-anak perempuan mereka dengan baik kelak pada hari kiamat:
“Barangsiapa yang mencukupi kebutuhan dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa, maka dia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan aku dan dia (seperti ini),” dan beliau mengumpulkan jari jemarinya. (HR. Muslim no. 2631).
Al-Imam An-Nawawi  menjelaskan, hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan seseorang yang berbuat baik kepada anak-anak perempuannya, memberikan nafkah, dan bersabar terhadap mereka dan dalam segala urusannya. (Syarh Shahih Muslim, 16/178)
Masih berkenaan dengan keutamaan membesarkan dan mendidik anak perempuan, seorang shahabat, ‘Uqbah bin ‘Amir  pernah mendengar Rasulullah  bersabda:
“Barangsiapa yang memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar atas mereka, memberi mereka makan, minum, dan pakaian dari hartanya, maka mereka menjadi penghalang baginya dari api neraka kelak pada hari kiamat.” (Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 56: “Shahih”)
Seorang anak yang terlahir di atas fitrah ini siap menerima segala kebaikan dan keburukan. Sehingga dia membutuhkan pengajaran, pendidikan adab, serta pengarahan yang benar dan lurus di atas jalan Islam. Maka hendaknya kita berhati-hati agar tidak melalaikan anak perempuan yang tak berdaya ini, hingga nantinya dia hidup tak ubahnya binatang ternak. Tidak mengerti urusan agama maupun dunianya. Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi kita. (Al-Intishar li Huquqil Mukminat, hal. 25)
Bahkan ketika anak perempuan ini telah dewasa, orang tua selayaknya tetap memberikan pengarahan dan nasehat yang baik. Ini dapat kita lihat dari kehidupan seseorang yang terbaik setelah Rasulullah, Abu Bakr Ash-Shiddiq , dalam peristiwa turunnya ayat tayammum. Diceritakan peristiwa ini oleh ‘Aisyah:
“Kami pernah keluar bersama Rasulullah  dalam salah satu safarnya. Ketika kami tiba di Al-Baida’ –atau di Dzatu Jaisy– tiba-tiba kalungku hilang. Rasulullah pun singgah di sana untuk mencarinya, dan orang-orang pun turut singgah bersama beliau dalam keadaan tidak ada air di situ. Lalu orang-orang menemui Abu Bakr sembari mengeluhkan, “Tidakkah engkau lihat perbuatan ‘Aisyah? Dia membuat Rasulullah dan orang-orang singgah di tempat yang tak ada air, sementara mereka pun tidak membawa air.” Abu Bakr segera mendatangi ‘Aisyah. Sementara itu Rasulullah sedang tidur sambil meletakkan kepalanya di pangkuanku. Abu Bakr berkata, “Engkau telah membuat Rasulullah dan orang-orang singgah di tempat yang tidak berair, padahal mereka juga tidak membawa air!” Aisyah melanjutkan, “Abu Bakr pun mencelaku dan mengatakan apa yang ia katakan, dan dia pun menusuk pinggangku dengan tangannya. Tidak ada yang mencegahku untuk bergerak karena rasa sakit, kecuali karena Rasulullah sedang tidur di pangkuanku. Keesokan harinya, Rasulullah bangun dalam keadaan tidak ada air. Maka Allah turunkan ayat tayammum sehingga orang-orang pun melakukan tayammum. Usaid ibnul Hudhair pun berkata, “Ini bukanlah barakah pertama yang ada pada kalian, wahai keluarga Abu Bakr.” ‘Aisyah berkata lagi, “Kemudian kami hela unta yang kunaiki, ternyata kami temukan kalung itu ada di bawahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 224 dan Muslim no. 267)
Al-Imam An-Nawawi t mengatakan bahwa di dalam hadits ini terkandung ta`dib (pendidikan adab) seseorang terhadap anaknya, baik dengan ucapan, perbuatan, pukulan, dan sebagainya. Di dalamnya juga terkandung ta`dib terhadap anak perempuan walaupun dia telah dewasa, bahkan telah menikah dan tidak lagi tinggal di rumahnya. (Syarh Shahih Muslim, 4/58).
Jadi, punya anak perempuan? Bersyukur, dan muliakanlah ia.

Kamis, 15 Agustus 2013

Kisah Imam Syafi'i dan Ibundanya

di copy dari “ Islamic Motivation Center “ 
Imam an-Nawawi pernah menceritakan bagaimana peran orangtua perempuan di belakang penguasaan Imam Syafi‘i terhadap fiqh. Ibu Imam Syafi’i adalah seorang wanita berkecerdasan tinggi tapi miskin. Namun bisa dikatakan kesetiaannya berada di belakang sang anak lah yang menjadikan Imam Syafi’i menjadi ilmuwan sejati hingga saat ini.

Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, meski hidup tanpa suami, sang ibu telah sukses menerjemahkan visi jangka panjang untuk membawa nama harum sang anak ke hadapan Allahuta’ala. Sekalipun hidup dalam sebatang kara, hal itu tidak menghalangi sang ibu untuk menempatkan anaknya dalam kultur pendidikan agama yang terbaik di Mekkah.

Sang ibu sadar, ia tidak memiliki banyak uang, namun kecintaananya terhadap Allah dan buah hatinya, sang ibu meluluhkan hati sang guru untuk rela mengajar Imam Syafi’i meski tanpa bayaran.

Sekalipun hidup dalam kemiskinan, kecintaan Imam Syafi’i tak sama sekali membuatnya pantang menyerah dalam mencintai Islam dan menimba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam menulis Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi.

Hingga pada usia sebelum beranjak ke 15 tahun, Imam Syafi’i menceritakan hasratnya kepada sang ibu yang sangat dikasihinya tentang sebuah keinginan seorang anak untuk menambah ilmu diluar Mekkah. Mulanya sang bunda menolak. Berat baginya melepaskan Syafi’i, dalam sebuah kondisi dimana beliau berharap kelak Imam Syafi’i tetap berada bersamanya untuk menjaganya di hari tua.

Namun demi ketaatan dan kecintaan Syafi’i kepada Ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginannya itu. Meskipun demikian akhirnya sang ibunda mengizinkan Imam Syafi’i untuk memenuhi hajatnya untuk menambah Ilmu Pengetahuan ke luar kota.

Sebelum melepaskan Syafi’i berangkat, ibunda Imam Syafi’i menjatuhkan doa ditengah rasa haru orangtua kandung memiliki anak yang telah jatuh hati pada ilmu,

“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!”

Setelah usai berdo’a, sang ibu memeluk Syafi’i kecil dengan penuh kasih sayang bersama linangan air mata membanjiri jilbabnya. Ia sangat sedih betapa sang anak akan segera berpisah dengannya. Sambil mengelap air mata dari wajahnya, sang ibu berpesan,

“Pergilah anakku. Allah bersamamu. Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan!” Subhanallah

Selepas mendengar doa itu, Imam Syafi’i mencium tangan sang ibu dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya. Sambil meninggalkan wanita paling tegar dalam hidupnya itu, Imam Syafi’i melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan. Ia berharap ibundanya senantiasa mendo’akan untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu.

Imam Syafi’i tak sanggup menahan sedihnya, ia pergi dengan lelehan airmata membanjiri wajahnya. Wajah yang mengingatkan pada seorang ibu yang telah memolesnya menuju seorang bergelar ulama besar. Ya ulama besar yang akan kenang sampai kiamat menjelang.

Itulah peran yang ditopang seorang ibu yang selalu memasrahkan buah hatinya kepada Allah berserta kekuatan tauhid yang menyala-nyala. Inilah karakter sejati seorang ibu yang telah menyerahkan jiwa raga anaknya hanya kepada ilmu. Menyerahkan segala aktivitasnya dalam rangka pengabdian kepada Allah. Dari mulai ia melahirkan, mengasuhnya tanpa suami, membesarkannya, hingga mengantar Syafi’i menjadi Imam Besar Umat Islam hingga kini.

Semoga bermanfaat bagi yang membacanya .....

Doa tuk Wafa di 'ied Mubarok 1434H

8 Syawal 1434H / 15 Agustus 2013

Ya Robb, gak kerasa wafa udah mau 2 tahun klo di hitung tahun masehi, tapi klo dari tanggalan islam pas banget hari ini wafa 2 tahun yang lalu lahir. karena dia lahir pas tanggal 8 Syawal 1432H.

Anak bunda makin lincah dan cerdas aja, sudah banyak kosakata yang dia tau.
Selalu bunda limpahkan doa untuk putri sholihatku "Wafa Syaamilah El Hakim", semoga dia menjadi anak yang bersinar terang di manapun ia berada. Bersinar dalam setiap aspek, yaitu ilmunya, kesehatannya, rizkinya dan terutama Ibadahnya kepada Alloh Ta'ala.

Ramadhan ini bunda liat di televisi ada salah satu acara yang menurut bunda bagus banget, Hafidz Indonesia.
Di situ anak-anak kecil yang usianya belum masuk akhil baligh dengan mudahnya melantunkan ayat-ayat Alloh Ta'ala tanpa melihat Al Qur'annya langsung. Subhanalloh, Maha Suci Engkau Ya Alloh yang menciptakan makhluk..

Bunda ingiiiiiiin sekali wafa bisa menjadi seorang hafidzhoh. Seseorang yang tertanam kokoh dihatinya untuk menjaga kalimatulloh berupa Al Qur'an. Terang jalan hidup wafa, karena wafa menjadikan Al Qur'an sebagai Huda/petunjuk dan Al Furqon/pembeda antara haq dan yang bathil serta As Syifaa sebagai obat segala penyakit.

Banyak keinginan bunda terhadap wafa, tapi mungkin bunda terlalu
egois kalo bunda ungkapkan semua. Bunda ingin sekali wafa bisa jadi Dokter yang cerdas, bersahaja, lembut terhadap orang yang lemah dan tegas terhadap orang yang sombong.  Tapi jikalau suatu saat wafa ternyata tidak senang menjadi dokter, bunda ikhlas. Yang terpenting wafa menjadi orang yang manfaat di manapun wafa berada, Aaamiiin Ya Robb

Bunda pernah baca juga kisahnya Imam Syafi'i, Subhanalloh.. Seorang imam besar yang di didik oleh hanya seorang ibu. Ibundanya gigih dan bertekad menjadikan anaknya seorang Ilmuwan sejati yang akhirnya berhasil, meskipun ia dari kalangan miskin. Nanti bunda minta wafa baca yah sirroh beliau, banyak pelajaran yang bisa kita ikuti nak'

Ada satu doa ibunda Imam Syafi'i kepada anaknya saat imam Syafi'i hendak meninggalkan ibunya sendirian demi meniti ilmu. Sengaja bunda simpan dalam blog bunda ini, agar tidak terlupakan. Doa ini pun bunda ikuti untuk mendoakan putri bunda sholihat "Wafa" ketika nanti menuntut ilmu. Doanya yaitu :

“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!”

“Pergilah anakku. Allah bersamamu. Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan!” 

Subahanlloh, sungguh indah untaian doa ibunda Imam Syafi'i 
Semoga Wafa Syaamilah El Hakim menjadi Bintang Ilmu yang paling Gemerlap di kemudian hari yah nak.

Bunda dan Abi sayang wafa selalu karena Alloh Ta'ala